Penerapan Bangunan Gedung Hijau (Green Building) menjadi langkah strategis untuk mewujudkan kota berkelanjutan sekaligus menekan emisi karbon di kawasan perkotaan. Konsep ini mendorong efisiensi energi, pengelolaan air, dan pengurangan limbah, serta menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan tangguh terhadap perubahan iklim. Sebagai upaya mendukung hal tersebut, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta menggelar Talkshow Bicara Kota 2025 Seri ke-19 pada Selasa (7/10) bertema “Peran Green Building dalam Reduksi Emisi Karbon” untuk menggali strategi desain bangunan hijau yang adaptif terhadap iklim dan kebutuhan lokal.
Talkshow ini menghadirkan lima narasumber ahli di bidangnya masing-masing, yaitu, Fajar Santoso Hutahaean selaku Ketua Tim Fasilitasi Sekretariat Pusat Pembinaan Bangunan Gedung Hijau (BGH), Ova Candra Dewi selaku Dosen dan peneliti Bidang Sains Arsitektur dan Teknologi Bangunan Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Moehamad Deni Desvianto selaku Project Director Pandega Desain Weharima (PDW), Berlina Winata selaku Associate Structural Engineer, ARUP, Ignesjz Kemalawarta selaku Chairman of Green Building Council Indonesia (GBCI).
Dukungan pemerintah menjadi kunci percepatan penerapan bangunan gedung hijau. Melalui berbagai langkah strategis, konsep ini didorong agar dapat diterapkan secara luas dan berdampak nyata. “Kami berupaya mempercepat penerapan bangunan gedung hijau melalui pembentukan sekretariat khusus, pelatihan tenaga ahli, serta pemberian sertifikasi bagi bangunan yang memenuhi kriteria. Pemerintah juga fokus menyusun peta jalan untuk mencapai target penurunan emisi karbon secara nasional,” ujar Fajar.
Ova Candra Dewi selaku Dosen dan peneliti Bidang Sains Arsitektur dan Teknologi Bangunan Fakultas Teknik Universitas Indonesia juga menyampaikan bahwa, akademisi membantu dari sisi scientific knowledge dalam memperkuat penerapan bangunan gedung hijau, terutama melalui riset dan pengembangan pengetahuan ilmiah. Menurutnya, behavior changes juga dapat menjadi solusi nyata untuk mengurangi dampak lingkungan dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Ignesjz Kemalawarta menilai, upaya penurunan emisi tidak cukup hanya melalui pembangunan gedung baru. Ia menekankan, bangunan lama justru memberikan kontribusi emisi lebih besar dan lebih sulit dikendalikan. Optimalisasi bangunan eksisting menjadi lebih ramah lingkungan disebut sebagai strategi efektif untuk mengatasi keterbatasan ruang terbuka hijau di Jakarta.
Tantangan penerapan konsep green building juga terjadi pada pembangunan infrastruktur skala besar di tengah pesatnya industrialisasi. “Green building tidak terbatas pada gedung saja. Konsep ini dapat diterapkan pada proyek sipil seperti jalan, tol, dan struktur bawah tanah. Dengan material rendah karbon, emisi dapat ditekan lebih jauh,” jelas Berlina.
Konsep green building juga bisa dimulai dari hal sederhana yakni di rumah, menurut Moehamad Deni Desvianto, desain rumah yang responsif terhadap iklim tropis, pengelolaan sampah yang tepat, dan penataan lanskap hijau bisa menjadi pondasi penting dalam mewujudkan rumah ramah lingkungan, ia juga menambahkan, green building tidak hanya bicara soal taman atau pohon, tapi juga bagaimana kita mengurangi konsumsi energi dan material agar emisi karbon bisa ditekan.
Penerapan Bangunan Gedung Hijau (Green Building) menjadi langkah nyata menuju kota berkelanjutan. Melalui kolaborasi berbagai pihak, upaya ini mendorong pengurangan emisi karbon dan menciptakan lingkungan yang sehat serta adaptif terhadap perubahan iklim. Talkshow Bicara Kota Series ke-19 ini menegaskan pentingnya gerakan bersama untuk mewujudkan kota hijau sebagai solusi nyata masa depan.
-SF