Perencanaan kota berbasis keadilan gender kini menjadi kebutuhan mendesak. Pendekatan ini diyakini mampu menghadirkan ruang publik yang lebih aman, inklusif, dan memberi rasa memiliki bagi seluruh warga. Tidak hanya perempuan, tetapi juga anak-anak, penyandang disabilitas, hingga kelompok rentan lainnya berhak merasakan kota yang ramah dan mudah diakses.
Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (DCKTRP) Provinsi DKI Jakarta menggelar Talkshow Bicara Kota 2025 Seri ke-18 pada Selasa (16/9). Mengusung tema "Feminist Urbanism: Mewujudkan Kota yang Adil Gender", acara ini menjadi wadah diskusi tentang pentingnya integrasi perspektif kesetaraan gender dalam perencanaan dan pembangunan kota, untuk terciptanya tata kota yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan melalui pendekatan feminist urbanism.
Talkshow ini menghadirkan empat narasumber ahli di bidangnya masing-masing, yaitu, Iin Mutmainah selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Provinsi DKI Jakarta, Hanna Meiria Naomi Stepani selaku Kepala Subkelompok Pemanfaatan Ruang Wilayah III Bidang Pemanfaatan Ruang Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta , Anne Purba selaku Vice President Public Relation KAI, Irene Sondang Fitrinitia selaku Dosen Kajian Pengembangan Perkotaan, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia.
Kota adalah ruang yang mempertemukan beragam orang, infrastruktur, dan aktivitas sosial. Karena itu, ruang perkotaan perlu menyediakan aktivitas sosial yang setara bagi semua. Pendekatan feminist urbanism penting untuk menempatkan perempuan bukan hanya sebagai pengguna, tetapi juga sebagai pengambil keputusan dalam perencanaan.
"Kita perlu pendekatan lain, yakni feminist urbanism. Pendekatan ini menempatkan perempuan tidak hanya sebagai pengguna, tetapi juga pengambil keputusan dalam perencanaan kota," tegas Irene.
Pembangunan kota tidak cukup hanya menghadirkan infrastruktur, tetapi juga harus memastikan perlindungan dan pemberdayaan warganya. Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta, Iin Mutmainah, menegaskan bahwa feminist urbanism menawarkan perencanaan berperspektif kesetaraan gender, mulai dari rumah sebagai fondasi keamanan hingga terciptanya kota yang nyaman dan setara bagi semua.
Prinsip kesetaraan juga tercermin dalam pengelolaan transportasi publik sebagai ruang vital bagi warga. Anne Purba menuturkan, 52 persen penumpang transportasi di Jakarta adalah perempuan, yang menjadi tulang punggung aktivitas ekonomi harian. Data ini menegaskan pentingnya kebijakan yang benar-benar menjamin keamanan dan kenyamanan perempuan dalam bermobilitas.
Prinsip keadilan ruang juga diwujudkan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), yang mengatur penyediaan sarana dan prasarana minimal di setiap kawasan, termasuk infrastruktur keamanan seperti CCTV.“ Penataan ruang ini kami rancang bukan hanya untuk perempuan, tetapi untuk semua kalangan. Namun, fasilitas seperti CCTV secara langsung memberi manfaat besar bagi perempuan dalam merasakan rasa aman,” jelas Hanna.
Melalui Talkshow Bicara Kota ini dapat disimpulkan bahwa perencanaan kota yang berperspektif gender bukan hanya tentang perempuan. Dengan pendekatan feminist urbanism, Jakarta diharapkan tumbuh sebagai ruang hidup yang setara, aman, dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat.
-SF