Urban renewal hadir sebagai solusi untuk mengatasi penurunan fungsi kawasan kota lama akibat perubahan zaman. Salah satu contohnya adalah Pasar Baru, kawasan bersejarah yang dahulu dikenal sebagai pusat perdagangan yang ramai, kini mulai kehilangan fungsi dan daya tariknya. Pergeseran pola ekonomi dan perubahan gaya hidup masyarakat membuat kawasan ini seperti terlupakan. Melalui strategi revitalisasi yang berkelanjutan dan kolaboratif, pembaruan kota diharapkan mampu mengembalikan Pasar Baru sebagai ruang yang hidup, inklusif, dan relevan bagi masyarakat.
Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (DCKTRP) Provinsi DKI Jakarta menggelar Talkshow Bicara Kota 2025 Seri ke-16 pada Selasa (29/7). Mengusung tema “Transformasi Pasar Baru: Pendekatan Urban Renewal yang Lebih Hidup dan Berkelanjutan”, acara ini menjadi momentum penting untuk mendorong dialog dan kolaborasi lintas sektor dalam upaya penataan serta revitalisasi kawasan kota yang mengalami penurunan fungsi di Jakarta.
Talkshow ini menghadirkan empat narasumber ahli di bidangnya masing-masing, yaitu, Eric Phahlevi Zakaria Lumbun selaku Wakil Walikota Jakarta Pusat, Jacob Gatot Surarjo selaku Arcadia Architect & Co Founder M BLOC Group, Wiliam Reynold selaku Founder Urun Daya Kota Foundation dan Suryadi Santoso/ Jo Santoso selaku Dosen Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Real Estate Universitas Tarumanegara
Pembangunan kawasan Pasar Baru idealnya dilakukan dengan pendekatan berbasis humanisme, mengingat lokasinya yang sarat nilai historis. Dengan demikian, revitalisasi kawasan ini dapat mencerminkan perjalanan, peradaban, dan dinamika sosial Kota Jakarta sebagai melting pot berbagai budaya.
“Potensi ini perlu dioptimalkan melalui strategi pengembangan yang memperhatikan tiga pilar utama: masyarakat (people), ruang (space), dan identitas (identity), agar revitalisasi berjalan selaras dengan nilai-nilai lokal dan keberlanjutan,” ujar Wiliam.
Kawasan ini menyimpan potensi besar untuk dikembangkan, sehingga tidak hanya menggerakkan sektor ekonomi dan budaya lokal, tetapi juga mampu menarik generasi muda.
“Kami akan berkolaborasi dengan dinas terkait untuk memperluas jam operasional kawasan, memperindah lingkungan dengan memperkuat aspek budaya melalui kerjasama dengan para pelaku seni, serta memperluas area parkir, dengan tetap menjaga kenyamanan masyarakat yang bermukim di sekitarnya,” ucap Eric.
Revitalisasi kawasan Pasar Baru tidak hanya berfokus pada aspek fisik, melainkan juga pada placemaking, untuk menciptakan ruang yang bermakna dan menarik bagi masyarakat.
“Dalam konteks Pasar Baru, penting untuk menjaga keaslian dan nilai sejarah bangunan, namun tetap mengembangkan fungsi dan pengalaman ruang yang relevan dengan generasi masa kini, jika hanya diisi oleh segmen usia yang lebih tua, kawasan ini berisiko kehilangan daya tariknya dalam waktu dekat,” kata Jacob.
Urban renewal menjadi bagian yang terintegrasi dalam pembangunan kota secara menyeluruh, karena tidak ada kota yang sepenuhnya berkelanjutan tanpa proses adaptasi. Jo Santoso menyampaikan, revitalisasi Pasar Baru akan efektif jika menghidupkan kembali kawasan permukiman, hadirnya investor, inovasi, serta strategi yang memastikan kawasan tetap menjadi tempat tinggal yang menarik bagi generasi berikutnya.
Pada Talkshow Bicara Kota 2025 Seri ke-16 dapat ditarik kesimpulan bahwa revitalisasi kawasan seperti Pasar Baru membutuhkan lebih dari sekadar pembenahan fisik. Tetapi juga berfungsi, inklusif, dan relevan bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa menghilangkan nilai sejarah. Upaya ini tentu harus menjadi komitmen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mewujudkan pembangunan kota yang adaptif, berkelanjutan, dan kompetitif dalam menghadapi dinamika perubahan zaman.
-SF