10
Jun 2025

Bangun Kota Inklusif dan Berdaya: Jakarta Gerakkan Literasi Hingga Malam

Literasi bukan hanya mencakup kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga sebagai fondasi bagi masyarakat untuk berpikir kritis, inovatif, dan berdaya saing. Dengan memperkuat budaya literasi, Jakarta tidak hanya membangun citra sebagai kota global, tetapi juga sebagai kota yang inklusif dan berdaya.

 

Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta menggelar Talkshow Bicara Kota 2025 Seri ke-14 pada Selasa (10/6). Acara bertema “Masyarakat Membaca, Jakarta Berdaya : Bagaimana Literasi Bisa Mengubah Citra Kota”, acara ini membahas pentingnya kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam literasi (khususnya budaya membaca), mendorong inovasi program literasi dan  mencetak sumber daya manusia untuk akselerasi Jakarta menuju Top 20 Kota Global pada dua dekade mendatang.

 

Talkshow ini menghadirkan empat narasumber ahli di bidangnya masing-masing, yaitu, Nasruddin Djoko Surjono selaku Kepala Dinas Perpustakaan & Kearsipan Provinsi DKI Jakarta, Roosie Setiawan selaku Founder Reading Bugs & Penasehat Read Aloud Indonesia, Waitatiri selaku Founder Buku Buat Semua, Edi Dimyati selaku Founder Kargo Baca dan Taman Baca Kampung Buku.

 

Kemampuan literasi berperan krusial pada pembangunan kota Jakarta. Pembangunan kota tidak hanya berfokus pada aspek fisik, seperti infrastruktur, transportasi, namun juga mencakup pengembangan literasi.

 

“Pembangunan kota tidak hanya dari segi fisik, tetapi dibutuhkan literasi sebagai ilmu yang dikembangkan sehingga menciptakan Jakarta sebagai kota intelektual yang siap menghadapi tantangan global,” kata Nasruddin.

 

Pakar literasi, Rossie Setiawan menambahkan, literasi harus dikenalkan sejak dini, sehingga dapat menciptakan masyarakat yang gemar membaca.

 

“Anak harus termotivasi untuk mau membaca sehingga penting peran orang tua untuk membangun kegemaran membaca seperti membacakan buku kepada anak segera setelah lahir,” ucapnya.

 

Jakarta mampu membuktikan bahwa literasi bisa menjadikan kota yang produktif, inklusif, dan berbudaya hingga malam hari. Hal ini didukung dengan kebijakan perpustakaan buka hingga malam, perpustakaan kini bukan sekadar tempat baca, melainkan oasis kreativitas dan diskusi, memberi ruang bagi warganya berdaya kapan saja.

 

“Tempat yang cocok untuk kolaborasi itu adalah perpustakaan, setelah pulang kerja kita bisa menggunakan fasilitas tersebut, tidak hanya untuk membaca buku, tapi juga untuk berdiskusi, bekerja dan lebih produktif,” ujar Waitatiri.

 

Adanya kebijakan perpustakaan malam ini mendukung aktivitas positif bagi berbagai komunitas.

 

“Saya berharap kebijakan ini dapat bermanfaat bagi bagi banyak komunitas, karena perpustakaan bukan hanya sebagai ruang belajar atau mengakses informasi namun bisa sebagai tempat rekreasi,” kata Edi.

 

Literasi bukan hanya digerakkan pada pagi maupun siang hari, kini ruang publik malam telah menjadi tempat belajar, berdiskusi, dan berkarya sehingga membentuk citra kota yang inklusif, produktif, dan berdaya hingga matahari terbenam. Warga Jakarta yang gemar membaca dan ingin berkunjung ke perpustakaan terdekat, dapat mencari lokasi perpustakaan terdekat melalui jakartasatu.jakarta.go.id.

 

 

-SF

Bagikan
Link berhasil disalin!