Penataan permukiman kumuh di Kota Jakarta acap kali memiliki tantangan dengan keterbatasan tanah. Melihat tantangan ini, Pemerintah Provinsi Jakarta menggagas program Konsolidasi Tanah Vertikal (KTV) untuk diterapkan di wilayah Jakarta terutama pada kawasan kumuh dan tak layak huni. Selain membenahi fisik hunian di kawasan kumuh dan tak layak, juga bertujuan agar kondisi sosial dan ekonomi dari penghuninya dapat meningkat.
Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta mengadakan Talkshow Bicara Kota 2025 Series ke-11 dengan tema “Konsolidasi Tanah Vertikal (KTV): Solusi Permasalahan Kebutuhan Tanah Untuk Perumahan Bagi Masyarakat Perkotaan,” acara ini membahas tentang Konsolidasi Tanah Vertikal dalam rangka mewujudkan perumahan yang layak huni dan berkelanjutan di wilayah perkotaan dengan memaksimalkan potensi lahan yang tersedia, pada Selasa (18/02).
Talkshow ini menghadirkan empat narasumber yang ahli pada bidangnya masing-masing, Retno Sulistyaningrum selaku Kepala Bidang Permukiman DPRKP DKI Jakarta, Lia Fitriasari Rahayu selaku Kepala Bidang Pengadaan Tanah dan Pengembangan Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi DKI Jakarta, Joko Adianto selaku Dosen Arsitektur Universitas Indonesia, dan Kartiwo selaku Perwakilan Perkumpulan Warga Konsolidasi Tanah Vertikal (KTV) Palmerah.
Konsolidasi Tanah Vertikal (KTV) direalisasikan dalam rangka penataan kembali permukiman kumuh menjadi hunian vertikal tanpa merelokasi warga. Program ini masuk ke pola peremajaan, menata lingkungan sehingga masyarakat mendapatkan hunian yang layak. Program ini dipantau langsung oleh pemerintah mulai dari masa pembangunan untuk memastikan sarana dan prasarana terlaksana dengan baik.
“Pemerintah memastikan lahan aman, dimana terdapat legalitasnya jelas pada program KTV, tidak hanya bentuk fisik rumah, tetapi sosial dan ekonomi masyarakat juga akan dibenahi,” ujar Retno.
Status tanah pada program KTV akan menjadi tanah bersama atau hak milik bersama. Sehingga, kesepakatan maupun kontribusi warga dan berbagai stakeholder menjadi kunci dalam mendorong keberhasilan program KTV di Jakarta.
“Setiap unit akan mendapatkan sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (HMSRS), sehingga perlunya kesepakatan dan kontribusi warga untuk menyumbang lahannya sebagai fungsi jalan atau penataan ruang agar lebih efektif, dan keterlibatan antar stakeholder di daerah untuk mencari dimana lokasi yang akan ditata,” tambah Lia.
Salah satu keberhasilan program KTV di Palmerah dan Tanah Tinggi bisa jadi contoh untuk melaksanakan konsolidasi di permukiman kumuh lainnya. Program ini menjamin hak keamanan bermukim serta pemanfaatan tanah dan rumah bagi warga.
“Harus adanya pengalaman dari orang yang sudah merasakan program KTV ini, atau seperti adanya rumah contoh dan kebutuhan rancangan bangunan yang aman demi keselamatan bersama,” ujar Joko.
Program ini juga menjadi salah satu harapan warga dalam menyelesaikan tantangan keterbatasan lahan dan permukiman kumuh di Jakarta.
“Saya berharap banyak rumah kumuh lainnya yang bisa merasakan program ini, dengan tersedia sarana dan prasarana yang baik,” ucap Kartiwo.
Adanya acara ini diharapkan dapat menjadi edukasi baru bagi warga Jakarta dan meningkatkan partisipasi masyarakat maupun stakeholder lainnya dalam mendukung program Konsolidasi Tanah Vertikal (KTV).
-SF